Sejarah Pertanian
Sejarah pertanian adalah bagian dari
sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat
mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri.
Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan
demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam
sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan
juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan
masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai
kebudayaan agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa
revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri.
Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan
pertama yang dialami manusia.
Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap
bagian dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian
yang berbeda-beda. Di beberapa bagian Afrika atau Amerika masih
dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang
telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun
tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di
Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu
orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang.
Asal-mula Pertanian
Berakhirnya zaman es sekitar 11.000
tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi lebih hangat dan mengalami
musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan bagi
perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat
memberikan hasil dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan
biji-bijian dan polong-polongan dalam jumlah memadai memunculkan
perkampungan untuk pertama kalinya, karena kegiatan perburuan dan
peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat. Contoh budaya semacam ini
masih terlihat pada masyarakat yang menerapkan sistem perladangan
berpindah (slash and burn) di Kalimantan dan Papua.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah
saat ini bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di
daerah “bulan sabit yang subur” di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada
waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan sekarang.
Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya
berasal dari daerah ini. Daerah ini juga menjadi satu dari pusat
keanekaragaman tanaman budidaya (center of origin) menurut Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax (Linum usitatissimum).
Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet) mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Padi (Oryza glaberrima)
dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman
lokal yang berbeda mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri
di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang terpisah di
Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-Bolivia, dan hulu Amazon)
secara terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga
matahari.
Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Nusantara,
cenderung mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan
dan peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi
masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah
Nusantara membawa serta teknologi budidaya padi sawah serta perladangan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula sebagai dampak
perubahan iklim dunia dan adaptasi oleh tanaman terhadap perubahan ini.
Pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan
hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam
pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok
tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising),
meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan
bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan
tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau
eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam
bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4%
dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai
sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan,
karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam
menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat
di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002,
bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar
44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total
pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan
ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi
dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu,
ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan
pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani
adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai
contoh “petani tembakau” atau “petani ikan”. Pelaku budidaya hewan
ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Cakupan Pertanian
Pertanian dalam pengertian yang luas
mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup
(termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia.
Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatbudidayakan
jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu.
Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon)
dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan).
Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua
vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah).
Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua
non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai
subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan
keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan
aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha
pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga
memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat
usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil,
distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran.
Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan
efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan
pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang
dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan
kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian
dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi pertanian industrial yang memperhatikan lingkungannya adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik
atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan
maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam
perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya
memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern
masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub
“ideologi” pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal
pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam
bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian
subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya
untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu
melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko
yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian
melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam
proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya
alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian
besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Salam Sukses….
Wach dasyat jg Indonesia,,,,
BalasHapus